Senin, 11 April 2016

Dream In South Korea


Anyeong Haseo !!!

tentang sebuah mimpi entah itu akan terkabul atau tidak yang pasti kita pernah bermimpi dalam hidup yang nyata.. inilah salah satu dari banyak mimpi yang pernah terlintas... apa itu?? berkunjung ke korea selatan :) .. siapa sih yang tidak pernah mimpi buat berlibur ke korea selatan,, negri dengan sejuta keindahan. ayok kepoin dulu aja apa yang ada di korea selatan,, semoga setelah banyak mengumpulkan ke'kepoan mimpi itu akan terkabul ,, aamiin :)

disinilah tempat-tempat wisata yang ada dikorea selatan..




1. Seoul



Kota Seoul merupakan ibu kota Korea Selatan yang juga menjadi pusat bisnis dan politik Korea Selatan. Di Seoul terdapat gedung pencakar langit dimana-mana. Selain bangunan modern, di Seoul juga terdapat bangunan-bangunan dengan arsitektur tradisional yang masih dijaga dengan baik. Seoul merupakan kota yang wajib dikunjungi ketika berkunjung ke Korea Selatan karena disana terdapat berbagai macam tempat wisata, baik itu wisata belanja maupun wisata sejarah. Disini terdapat 4 situs Warisan Dunia UNESCO, yaitu Istana Changdeok, Kuil Jongmyo, Benteng Hwaseong, dan Pemakaman kerajaan dari dinasti Joseon. Keindahan kota Seoul mampu menarik banyak turis untuk datang kesini. Transportasi umum yang disediakan juga sangat memudahkan turis ketika berkunjung ke Seoul. Selain itu Seoul juga menjadi salah satu kota yang mempunyai penghasilan tertinggi dari sektor wisata.

2. Dongdaemun Design Plaza



Jika berkunjung ke suatu negara tidak lengkap rasanya jika tidak mengunjungi ikon atau landmark dari negara tersebut. Dongdaemun Design Plaza (DDP) merupakan tempat wisata di korea selatan yang wajib masuk ke dalam list. Dongdaemun Design Plaza merupakan bangunan dengan bentuk yang unik dan futuristik, tidak heran bangunan ini menjadi sangat terkenal meskipun baru dibuka pada tahun 2014 lalu. Pada bangunan seluas 85.320 m2 ini terdapat 5 fasilitas yang bisa dimanfaatkan untuk kegiatan yang beragam, seperti museum, aula kesenian, design market, design lab, serta Taman Budaya dan Sejarah Dongdaemun.

3. Han River



Han River atau sungai han adalah salah satu objek wisata populer di Korea Selatan. Sungai ini terbentuk akibat pertemuan dari Sungai Namhan dan Sungai Bukhan. Waktu yang paling tepat untuk datang kesini adalah ketika malam hari. Pada malam hari pemandangan sungai han sangat indah dan bercahaya karena terdapat lampu warna-warni yang ada di sekitar sungai. Selain itu disana juga terdapat semacam air terjun yang membuat sungai han terlihat semakin indah. Anda bisa berjalan-jalan di sekitar sungai yang membelah Kota Seoul ini ketika malam hari untuk menikmati keindahannya.

4. Pulau Jeju



Tempat wisata di korea selatan menarik dan populer keempat adalah Pulau Jeju. Pulau Jeju ini biasanya juga disebut dengan “Hawai”nya Korea Selatan karena memiliki keindahan serta keeksotisan yang hampir sama dengan Pulau Hawai di Amerika. Pulau ini terletak berdekatan dengan Jepang karena terletak di lepas pantai selatan Korea Selatan. Jika berkunjung ke Korea Selatan, Anda wajib mengunjungi pulau Jejudo ini. Disana terdapat pantai-pantai indah, gunung, tebing, air terjun, dan hamparan padang rumput yang dipenuhi bunga. Selain karena keindahannya yang menakjubkan, di Pulau Jeju Anda juga bisa menikmati keindahan pulau dengan suasana tradisional, inilah yang membuat Pulau Jeju menjadi destinasi wisata favorit Korea Selatan.

5. N Seoul Tower



N Seoul Tower adalah sebuah menara yang terletak di pusat Kota Seoul, tepatnya di Gunung Namsan. Karena berada di atas puncak Gunung Namsan, menara ini terlihat sangat tinggi sehingga bisa terlihat dari jarak yang cukup jauh. Salah satu yang menjadi daya tarik wisatawan untuk berkunjung ke N Seoul Tower adalah disana terdapat ribuan gembok cinta yang berwarna-warni dan berbagai macam bentuk. Disana juga terdapat 4 dek observasi sehingga kita bisa melihat pemandangan kota Seoul dari ketinggian.

6. Pulau Nami



Tempat wisata di korea selatan yang wajib dikunjungi selanjutnya adalah Nami Island. Pulau Nami sangat terkenal dengan jalur pohonnya yang sangat indah dan romantis. Selain itu keunikan pulau ini juga terdapat pada bentuknya yang menyerupai setengah bulan. Dalam setiap musim Pulau Nami menawarkan keindahan yang berbeda, jadi Anda perlu melihat keindahan dari deretan pohon tersebut setiap musimnya, mulai dari musim gugur, musim dingin, musim semi, dan musim panas. Selain itu yang menjadi daya tarik tempat ini adalah hampir setiap pekan diadakan acara-acara seni dan kebudayaan Korea Selatan.

7. Busan



Busan merupakan kota terbesar kedua setelah Seoul. Di Busan terdapat berbagai aktivitas wisata yang bisa dilakukan, diantaranya adalah bermain di pantai, mendaki dan mengunjungi kuil Buddha unik yang berada di kawasan pegunungan. Di Busan Anda juga bisa mengunjungi pantai Haundae, Pulau Dongbaek dan melihat burung di muara sungai Nakdong.

8. Istana Kerajaan Korea



Jika berkunjung ke Korea Selatan, istana kerajaan korea juga merupakan tempat wisata di korea selatan yang wajib dikunjungi. Ada 5 istana yang dibangun pada masa dinasti Joseon, yaitu Istana Gyeongbokgung, Changdeokgung, Doksugung, Gyeonghuigung, dan Istana Changgyeonggung. Istana tersebut sangat populer dan sering muncul dalam drama kolosal Korea.

9. Jinhae - gu



Jinhae – gu merupakan kota kecil yang yang terletak di provinsi Gyeongsangnam-do dan sangat terkenal dengan Festival Cherry Blossom (festifal bunga sakura yang bermekaran). Di tempat ini terdapat banyak sekali bunga sakura yang terkonsentrasi maupun menyebar di beberapa tempat. Ketika musim semi, banyak wisawatan yang membanjiri kota ini untuk melihat bunga sakura yang bermekaran. Oleh karena itu Jinhae merupakan tempat wisata di korea selatan yang tidak boleh terlewatkan ketika musim semi tiba.

10. Destinasi Belanja



Jika berkunjung ke suatu negara tidak lengkap rasanya jika tidak berbelanja. Korea Selatan, khususnya Seoul dikenal sebagai kiblat fashion dan pusat berbelanja. Korea terkenal dengan bintang K-Pop dan bintang K-Drama yang mempunyai gaya fashion tinggi. Di Korea Selatan terdapat beberapa destinasi wisata belanja, yang paling populer adalah Myeongdong dan Dongdaemun. Disana Anda bisa berburu barang-barang seperti baju dan kosmetik. Selain itu disana juga terdapat restoran-restoran serta jajanan khas Korea yang wajib dicoba.

11. Lotte World



Lotte World adalah sebuah taman hiburan indoor terbesar di dunia. Disana terdapat ratusan wahana permainan yang akan membuat Anda lupa waktu. Wahana tersebut diantaranya adalah Adventure of Sinbad, Roller Coaster, Pharaoh’s Fury, Camelot Carrousel, dan masih banyak lagi wahana permainan yang wajib dicoba satu per satu. Di kawasan ini juga terdapat toko souvenir, kedai makanan, dan terkadang juga digelar parade. Tentunya tidak hanya anak-anak saja yang senang jika berkunjung kesini.

12. Teddy Bear Museum




Bagi pecinta boneka beruang lucu ini, Teddy Bear Museum tidak boleh terlewatkan ketika berkunjung ke Korea Selatan. Museum yang menjadi daya tarik wisatawan untuk berkunjung ke Korea Selatan ini terletak di Pulau Jeju. Jadi selain menikmati keindahan Pulau Jeju, Anda juga bisa melihat aneka koleksi boneka beruang yang bersejarah. Disana juga terdapat boneka beruang yang sudah berumur lebih dari 100 tahun yang diproduksi oleh The Steiff Co. Teddy Bear Museum merupakan tempat wisata di korea selatan yang tidak boleh terlewatkan.

sumber :
http://www.azwisata.com/2015/01/12-tempat-wisata-di-korea-selatan.html

Definisi Hukum Perdata, Hukum Perjanjian, dan Hukum Dagang


DEFINISI HUKUM PERDATA

Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat. Dalam tradisi hukum di daratan Eropa (civil law) dikenal pembagian hukum menjadi dua yakni hukum publik dan hukum privat atau hukum perdata. Dalam sistem Anglo Sakson (common law) tidak dikenal pembagian semacam ini. 

KUH Perdata

Yang dimaksud dengan Hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat Belanda yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan B.W. Sebagian materi B.W. sudah dicabut berlakunya & sudah diganti dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, UU Kepailitan.

Pada 31 Oktober 1837, Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem di angkat menjadi ketua panitia kodifikasi dengan Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer masing-masing sebagai anggota yang kemudian anggotanya ini diganti dengan Mr. J.Schneither dan Mr. A.J. van Nes. Kodifikasi KUHPdt. Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui Staatsblad No. 23 dan berlaku Januari 1948.

Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, KUHPdt. Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan undang-undang baru berdasarkan Undang – Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda disebut juga Kitab Undang – Undang Hukun Perdata Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia.
Isi KUH Perdata terdiri dari 4 bagian yaitu :

1. Buku 1 tentang Orang / Personrecht

2. Buku 2 tentang Benda / Zakenrecht

3. Buku 3 tentang Perikatan /Verbintenessenrecht

4. Buku 4 tentang Daluwarsa dan Pembuktian /Verjaring en Bewijs


Definisi Hukum Perdata menurut para ahli :
1. Sri Sudewi Masjchoen Sofwan Hukum yang mengatur kepentingan warga negara perseorangan yang satu dengan perseorangan yang lainnya. 

2. Prof. Soediman Kartohadiprodjo, S.H. Hukum yang mengatur kepentingan perseorangan yang satu dengan perseorangan yang lainnya. 

3. Sudikno Mertokusumo Hukum antar perseorangan yang mengatur hak dan kewajiban perseorangan yang satu terhadap yag lain didalam lapangan berkeluarga dan dalam pergaulan masyarakat. 4. Prof. R. Soebekti, S.H. Semua hak yang meliputi hukum privat materiil yang mengatur kepentingan perseorangan.


Definisi secara umum : 

Suatu peraturan hukum yang mengatur orang / badan hukum yang satu dengan orang / badan hukum yang lain didalam masyarakat yang menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan. Unsur yang terpenting dari Hukum Perdata : 
1. norma peraturan 
2. sanksi
3. mengikat / dapat dipaksakan

Azaz- Azaz Hukum Perdata

1) Azas Individualitas 

Dapat menikmati dengan sepenuhnya dan menguasai sebebas-bebasnya (hak eigendom) dan dapat melakukan perbuatan hukum, selain itu juga dapat memiliki hasil, memakai, merusak, memelihara, dsb.
Batasan terhadap azas individualitas : 
a. Hukum Tata Usaha Negara ( campur tangan pemerintah terhadap hak milik ) 
b. Pembatasan dengan ketentuan hukum bertetangga 
c. Tidak menyalahgunakan hak dan mengganggu kepentingan orang lain

2)  Azas Kebabasan Berkontrak 

Setiap orang berhak mengadakan perjanjian apapun juga, baik yang telah diatur dalam UU maupun yang belum ( pasal 1338 KUHPerdata ) asal perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan UU, ketertiban umum dan kesusilaan.

3) Azas Monogami ( dalam hukum perkawinan ) 

Seorang laki-laki dalam waktu yang sama hanya diperbolehkan memunyai satu orang istri. Namun dalam pasal 3 ayat (2) UU No.1 Tahun 1974 tentang UndangUndang Pokok Perkawinan (UUPP) membuka peluang untuk berpoligami dengan memenuhi syarat-syarat pada pasal 3 ayat (2), pasal 4 dan pasal 5 pada UUPP.


PERKEMBANGAN KUH Perdata DI INDONESIA 


Hukum Perdata Eropa (Code Civil Des Francais) dikodifikasi tanggal 21 Maret 1804. Pada tahun 1807, Code Civil Des Francais diundangkan dengan nama Code Napoleon. Tahun 1811 – 1830, Code Napoleon berlaku di Belanda. KUH Perdata Indonesia berasal dari Hukum Perdata Belanda, yaitu buku “Burgerlijk Wetboek” (BW) dan dikodifikasi pada tanggal 1 Mei 1848. Setelah kemerdekaan, KUHPerdata tetap diberlakukan di Indonesia. Hal ini tercantum dalam pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 yang menyebutkan bahwa segala badan negara dan peraturan yang ada (termasuk KUHPerdata) masih tetap berlaku selama belum ada peraturan yang baru menurut UUD ini. Perubahan yang terjadi pada KUHPerdata Indonesia : 
a. Tahun 1960 : UU No.5/1960 mencabut buku II KUHPerdata sepanjang mengatur tentang bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya kecuali hypotek
b. Tahun 1963 : Mahkamah Agung mengeluarkan Surat Edaran tertanggal 5 September 1963, dengan mencabut pasal-pasal tertentu dari BW yaitu : pasal 108, 824 (2), 1238, 1460, 1579, 1603 x (1),(2) dan 1682. 
c. Tahun 1974 : UU No.1/1974, mencabut ketentuan pasal 108 tentang kedudukan wanita yang menyatakan wanita tidak cakap bertindak.


DEFINISI HUKUM PERJANJIAN

Definisi Hukum Perjanjian

Hukum perjanjian adalah perbuatan hukum segi dua yang mengatur hukum antarpihak dimana pihak yang satu berjanji memberi sesuatu dan yang lain menerima, dimana pihak-pihak tersebut mengikat diri dalam suatu perjanjian. Hukum perjanjian ini biasanya berlaku ketika terkait dengan harta kekayaan.


Definisi Perjanjian dan Perikatan


Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan.
Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.


Asas-asas Dalam Hukum Perjanjian


1. Asas Kebebasan Berkontrak

Hukum perjanjian menganut asas kebebasan berkontrak atau sistem terbuka. Artinya, Hukum Perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan.
Sistem terbuka, yang mengandung suatu asas kebebasan, membuat perjanjian, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata lazimnya disimpulkan dalam pasal 1338 ayat (1), yang berbunyi demikian.

“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.

Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:
a. Membuat atau tidak membuat perjanjian;
b. Mengadakan perjanjian dengan siapapun;
c. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya;
d. Menentukan bentuk perjanjiannya yaitu tertulis maupun lisan.

2. Asas Konsensualitas

Dalam Hukum Perjanjian berlaku suatu asas, yang dinamakan asas konsensualitas. Perkataan ini berasal dari perkataan latin consensus yang berarti sepakat.
Arti asas konsensualitas ialah pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang timbul karenanya itu sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kesepakatan.
Asas konsensualitas tersebut lazimnya disimpulkan dalam pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang berbunyi:

“Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat: 1. sepakat mereka yang mengikat dirinya; 2. kecakapan untuk membuat suatu perjanjian; 3. suatu hal tertentu; 4. Suatu sebab yang halal”.

Asas ini merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, namun cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Asas konsensualitas yang dikenal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah berkaitan dengan bentuk perjanjian.

3. Asas Pacta Sunt Servanda

Dalam Hukum Perjanjian berlaku suatu asas, yang dinamakan asas kepastian hukum atau lebih dikenal dengan asas Pacta Sunservanda yang merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas ini berarti bahwa sebuah perjanjian yang telah dibuat berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang terikat dalam perjanjian tersebut. Asas ini merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.
Asas pacta sunt servanda tersebut lazimnya disimpulkan dalam pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata seperti pada asas kebebasan berkontrak.

4. Asas Itikad Baik

Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.”
Asas ini merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak. Asas itikad baik terbagi menjadi dua macam, yakni itikad baik nisbi dan itikad baik mutlak. Pada itikad yang pertama, seseorang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada itikad yang kedua, penilaian terletak pada akal sehat dan keadilan serta dibuat ukuran yang obyektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak) menurut norma-norma yang objektif.

5. Asas Kepribadian

Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menegaskan:

“Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.”

Inti ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang tersebut harus untuk kepentingan dirinya sendiri. Sedangkan, Pasal 1340 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berbunyi:

“Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya.”

Hal ini mengandung maksud bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Namun demikian, ketentuan itu terdapat pengecualiannya sebagaimana dalam Pasal 1317 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan:

“Dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu.”

Pasal ini mengkonstruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian/kontrak untuk kepentingan pihak ketiga, dengan adanya suatu syarat yang ditentukan. Sedangkan di dalam Pasal 1318 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri, melainkan juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-orang yang memperoleh hak daripadanya.

Jika dibandingkan kedua pasal itu maka Pasal 1317 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan dalam Pasal 1318 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata untuk kepentingan dirinya sendiri, ahli warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak dari yang membuatnya. Dengan demikian, Pasal 1317 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatur tentang pengecualiannya, sedangkan Pasal 1318 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memiliki ruang lingkup yang luas.


DEFINISI HUKUM DAGANG

Hukum dagang ialah hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut melakukan perdagangan untuk memperoleh keuntungan. Atau hukum yang mengatur hubungan hukum antara manusia dan badan-badan hukum satu sama lainnya dalam lapangan perdagangan . 
Sistem hukum dagang menurut arti luas dibagi 2 :
  • Tertulis
  • Tidak tertulis tentang aturan perdagangan.
Berikut adalah beberapa pendapat para sarjana mengenai pengertian hukum dagang: 

1. Purwosutjipto Hukum Dagang adalah hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan (Purwosutjipto, 1991: 5). 

2. R. Soekardono Hukum Dagang adalah bagian dari hukum perdata pada umumnya, yakni yang mengatur masalah perjanjian dan perikatan-perikatan yang diatur dalam Buku III Burgerlijke Wetboek (BW). Dengan kata lain, Hukum Dagang adalah himpunan peraturan-peraturan yang mengatur seseorang dengan orang lain dalam kegiatan perusahaan yang terutama terdapat dalam kodifikasi Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Hukum dagang dapat pula dirumuskan sebagai serangkaian kaidah yang mengatur tentang dunia usaha atau bisnis dan dalam lalu lintas perdagangan (R. Soekardono, 1963: 17). 

3. Achmad Ichsan Hukum Dagang adalah hukum yang mengatur soal-soal perdagangan, yaitu soalsoal yang timbul karena tingkah laku manusia dalam perdagangan (Achmad Ichsan, 1987: 17). 

Hukum dagang ialah aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan orang yang satu dengan yang lainnya, khusunya dalam perniagaan. Hukum dagang adalah hukum perdata khusus. Pada mulanya kaidah hukum yang kita kenal sebagi hukum dagang saat ini mulai muncul dikalangan kaum pedagang sekitar abad ke-17. Kaidah-kaidah hukum tersebut sebenarnya merupakan kebiasaan diantara mereka yang muncul dalam pergaulan di bidang perdagangan. Ada beberapa hal yang diatur dalam KUH Perdata diatur juga dalam KUHD. Jika demikian adanya, ketenutan-ketentuan dalam KUHD itulah yang akan berlaku. KUH Perdata merupakan lex generalis (hukum umum), sedangkan KUHD merupakan lex specialis (hukum khusus). Dalam hubungannya dengan hal tersebut berlaku adagium lex specialis derogat lex generalis (hukum khusus menghapus hukum umum).

Hukum Dagang Indonesia terutama bersumber pada:

1. Hukum tertulis yang dikodifikasikan:

a. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek van Koophandel Indonesia (W.v.K)\

b. Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (KUHS) atau Burgerlijk Wetboek Indonesia (BW)

2. Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan

Yaitu peraturan perundangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan (C.S.T. Kansil, 1985 : 7). Sifat hukum dagang yang merupakan perjanjian yang mengikat pihak-pihak yang mengadakan perjanjian.
Pada awalnya hukum dagang berinduk pada hukum perdata. Namun, seiring berjalannya waktu hukum dagang mengkodifikasi (mengumpulkan) aturan-aturan hukumnya sehingga terciptalah Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang sekarang telah berdiri sendiri atau terpisah dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer).

Analisis :

Dalam perkembangan hukum dengan ekonomi saling keterkaitan, karena pada suatu negara RI terdapat hukum yang mengatur tentang perekonomian di negara tersebut. Tentu saja sistem ekonomi pun harus juga mendukung pembangunan sistem hukum secara positif, agar sistem hukum itu dapat lebih lagi mendukung pembangunan sistem ekonomi nasional secara positif, dan seterusnya.

Dalam aspek hukum dalam ekonomi terdapat 3 hukum yang membantu proses berjalannya kegiatan ekonomi yaitu hukum perdata, hukum perjanjian dan hukum dagang. ketiga hukum tersesbut saling berkaitan dan berhubungan diantara satu dengan lainnya.

Hukum perdata merupakan hukum umum (lex generalis) dan hukum dagang merupakan hukum khusus (lex specialis). Dengan diketahuinya sifat dari kedua kelompok hukum tersebut, maka dapat disimpulkan keterhubungannya sebagai lex specialis derogat lex generalis, artinya hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum.

Hubungan antara KUHD dengan KUH perdata adalah sangat erat, hal ini dapat dimengerti karena memang semula kedua hukum tersebut terdapat dalam satu kodefikasi. Pemisahan keduanya hanyalah karena perkembangan hukum dagang itu sendiri dalam mengatur pergaulan internasional dalam hal perniagaan.

Sedangkah hukum perjanjian adalah perbuatan hukum segi dua yang mengatur hukum antarpihak dimana pihak yang satu berjanji memberi sesuatu dan yang lain menerima, dimana pihak-pihak tersebut mengikat diri dalam suatu perjanjian. Hukum perjanjian ini biasanya berlaku ketika terkait dengan harta kekayaan.





Contoh Kasus hukum perdata - sengketa 


Kronologi Kasus 


Penggugat mempunyai sebidang tanah pekarangan dengan status Hak Milik seluas 2.455 M2 atas nama ASRI SUMARDJONO (Ibu Penggugat) yang terletak di Jl.Timoho No.30 RT.81 RW.19 Baciro Gondokusuman, Yogyakarta sebagaimana tersebut dalam daftar Sertifikat Tanah Hak Milik No.01583/Baciro, Surat Ukur No.1 Tanggal 14-01-1998 yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kota Yogyakarta pada tanggal 14 Januari 1998 No.Sertifikat 13.05.03.04.1.91583; Tanah Pekarangan milik Penggugat tersebut diatas, diatasnya berdiri 3 (tiga) Bangunan rumah milik Penggugat yang terpisah, yakni Bangunan I seluas kurang lebih 150 M2, Bangunan II seluas 20 M2 dan Bangunan III seluas 100 M2, yang ketiga bangunan milik Penggugat tersebut terletak pada sisi bagian barat dari posisi tanah Pekarangan milik Penggugat tersebut, dan bangunan-bangunan tersebut saat ini ditempati oleh Penggugat. 

Pada tahun 2007, Tergugat I mendatangi Penggugat dengan maksud untuk bekerja sama membuat usaha dan mendirikan Rumah Toko (Ruko) yang rencananya akan dibangun Ruko diatas tanah milik Penggugat tersebut diatas (posita No.1 diatas) pada bagian depan/sisi timur dari tanah milik Penggugat, dengan rencana kesepakatan pada waktu itu, Tergugat I akan membangunkan ruko kemudian disewakan kepada pihak ketiga dengan pembagian keuntungan, Penggugat mendapatkan 20% dari harga sewa selama 10 tahun, setelah jangka waktu 10 tahun bangunan Ruko tersebut menjadi hak milik Penggugat dan pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMBB) adalah tanggung jawab Pihak Tergugat I. 

Sebelum rencana kesepakatan itu dituangkan dalam Akta Kesepakatan, ternyata oleh Tergugat I tanpa ijin Penggugat pada tahun 2007 tersebut serta-merta memulai pembangunan Bangunan Ruko dimaksud dan hanya berselang sekitar 3 (tiga) bulan bangunan Ruko telah selesai dan Tergugat I menyatakan kesanggupannya untuk segera menguruskan proses Izin Mendirikan Bangunan (IMBB) pada Pemerintah kota Yogyakarta berdasarkan kesanggupan dan kesepakatan bersama bahwa Tergugat I akan bertanggung jawab untuk mengurus Izin Mendirikan Bangunan (IMBB). 

Pada waktu itu masih dalam tahun 2007 dengan adanya kekhawatiran dari Penggugatt akan timbul permasalahan dikemudian hari, maka Penggugat menawarkan kepada Tergugat I untuk dibuatkan secara formal Akta Perjanjian Kerja Sama melalui Notaris, sehingga disepakati membuat Akta Perjanjian Kerjasama melalui Notaris yang ditunjuk yakni Notaris Tri Agus Heryono, SH, ternyata setelah konsep Perjanjian Kerjasama itu sudah selesai didraf, tinggal akan dilakukan penandatanganan Perjanjian, dengan Itikad Tidak Baik dari Tergugat I sampai saat ini Surat Perjanjian Kerjasama tersebut belum ditandatangani dan difinalkan oleh Tergugat I, padahal pada waktu itu Bangunan Ruko sudah jadi, malahan oleh Tergugat I telah Menyewakan kepada Tergugat III dan Tergugat IV; Bangunan Ruko tersebut menjadi 3 (tiga) bagian bangunan yang masing-masing bagian dengan ukuran dan luas kurang lebih 27 M2 yang luas keseluruhan Bangunan Ruko tersebut seluas 81 M2, setelah Penggugat mengetahui bahwa dari ketiga bagian bangunan Ruko tersebut telah disewakan kepada pihak Tergugat III dan Tergugat IV, maka Penggugat mendesak kepada Tergugat I untuk segera mengurus Izin Mendirikan Bangunan (IMBB) dimaksud dan segera memformalkan kesepakatan Kerjasama tersebut melalui Notaris, ternyata oleh Tergugat I mengatakan pada waktu itu bahwa yang membuka usaha itu adalah anaknnya yang bernama Windarto (Tergugat II) sehingga meminta tanda tangan Penggugat dalam rangka pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMBB) pada Pemerintah Kota Yogyakarta. 

Pada tahun 2008, Penggugat baru mengetahui bahwa Permohonan Izin Mendirikan Bangunan (IMBB) yang dimohonkan oleh Tergugat II yakni anak dari Tergugat I Ditolak oleh Pemerintah Kota Yogyakarta berdasarkan Surat Dinas Perizinan Pemerintah Kota Yogyakarta Nomor: 640/7949 tanggal 6 September 2007 dengan dasar alasan bahwa diatas bangunan berdiri didalam Garis Sempadan Bangunan (GSB) atau melanggar 100%, sehingga Permohonan IMBB tidak dapat diproses/ditolak. Setelah Penggugat mengetahui ditolaknya Permohonan IMBB tersebut, Penggugat mendesak kepada Para Tergugat-I dan II untuk Segera Membongkar Bangunan Ruko Tersebut, namun Tergugat-I dan II tidak mau membongkarnya, malahan terus menerus menyewakan ruko tersebut yang dibangun diatas tanah milik Penggugat, maka Penggugat berusaha membuat surat kepada Pemerintah Kota Yogyakarta agar melalui Pemerintah Kota Yogyakarta yang membongkar paksa bangunan ruko tersebut, berdasarkan Surat Penggugat berturut-turut tertanggal 12 Maret 2008, tanggal 15 Desember 2008, tanggal 27 Mei 2010 dan tanggal 3 September 2010, malahan telah berulangkali difasilitasi oleh Pemerintah Kelurahan Baciro untuk menyelesaikan kasus ini, namun oleh para Tergugat-I dan II sampai saat ini Tidak Mau Untuk Membongkar Bangunan Ruko tersebut. 

Disamping Tergugat I dan Tergugat II dihukum untuk membongkar bangunan Ruko tersebut, juga Tergugat I dan Tergugat II dihukum untuk menutup/menyegel bangunan ruko tersebut dan atau tidak ada bentuk usaha apapun yang dilakukan oleh pihak manapun sebelum adanya Putusan Akhir atas Gugatan ini, guna menghindari kerugian yang lebih banyak lagi yang diderita oleh Penggugat, Hingga Penggugat memanggil Para Tergugat-I dan II melalui Kuasa Hukum Penggugat, yakni pada tanggal 28 Februari 2011 untuk mencari solusi penyelesaian perkara ini, namun Tergugat I dan Tergugat II Tidak Hadir dan Sampai Saat Ini Para Tergugat I dan Tergugat II Belum Membongkar Bangunan Ruko Tersebut, malahan terus-terusan menyewakan Bangunan Ruko tersebut kepada Pihak Tergugat III dan Tergugat IV, sehingga Penggugat Sangat Dirugikan atas Perbuatan Tergugat I dan Tergugat II karena Tanpa Hak Dan Melawan Hukum telah mengambil keuntungan dari Sewa Bangunan Ruko tersebut yang didirikan diatas Tanah Milik Penggugat Tanpa Hak dan Melawan Hukum. 

Disamping Para Tergugat-I dan II menguasai Tanah milik Penggugat secara melawan Hukum dan Tanpa Hak, juga Para Tergugat-I dan II telah wanprestasi atas kesanggupannya guna mengurus IMBB dan telah Beritikad Tidak Baik tidak berkehendak untuk membuat kesepakatan Perjanjian Kerjasama, padahal dapat diketahui bahwa sejak tahun 2007 sampai gugatan ini didaftarkan kepada Pengadilan, para Tergugat-I dan II telah mengambil keuntungan atas sewa bangunan ruko tersebut dari Tergugat-III dan IV, sehingga Penggugat dirugikan secara meteriil dan immaterial; sehubungan dengan Pembangunan Bangunan Ruko tersebut yang dilakukan oleh Para Tergugat-I dan II diatas Tanah Milik Penggugat Melawan Hukum dan Tanpa Hak, maka dihukum kepada Para Tergugat-I dan II untuk membongkar dan Mengosongkan Bangunan diatas tanah milik Penggugat tersebut, jika perlu dengan bantuan Pihak Aparat Kepolisian; sehubungan dengan Penguasaan Tanah milik Penggugat itu dilakukan oleh Tergugat-I dan II secara Melawan Hukum dan Tanpa Hak, maka hubungan hukum dalam bentuk sewa-menyewa antara para Tergugat-I dan II dengan pihak Tergugat III dan IV, dinyatakan TIDAK SAH, karena pihak yang menyewakan yang dalam hal ini Para Tergugat-I dan II adalah pihak yang tidak berhak dan pihak yang beretikad tidak baik. Sehingga Para Tergugat-III dan IV dihukum harus mengosongkan dan pindah dari Tanah millik Penggugat tersebut; sehubungan Tergugat-I dan II telah menguasai Tanah Milik Penggugat tersebut secara melawan hukum dan tanpa hak sejak Tahun 2007. 

Analisis Kasus 

Dari kasus diatas dapat diambil kesimpulan bahwa tergugat I melakukan pelanggaran menggunakan tanah yang bukan hak miliknya, beritikad tidak baik dengan menolak penandatanganan akta perjanjian di notaris dan melakukan wanprestasi. 

Menggunakan tanah yang bukan hak miliknya dalah pelanggaran hukum, maka Tergugat I dikaitkan dengan Pasal 1365 KUHPerdata yang berbunyi “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. 

Berdasarkan pasal 579 KUHPerdata yang berbunyi “Tiap-tiap pemegang kedudukan berkuasa dengan itikad buruk, berkewajiban sebagai berikut : 

1. Dalam mengembalikan kebendaan itu kepada si pemilik, ia harus mengembalikan pula segala hasil kebendaan, bahkan hasil-hasil itulah diantaranya, yang mana kendati sebenarnya tidak dinikmati olehnya, namun yang sedianya dapatlah si pemilik menikmatinya. 

2. Ia harus mengganti segala biaya, rugi dan bunga. 

Wanprestasi, sebagaimana dikatakan Subekti, berarti kelalaian atau kealpaan seorang debitur, kelalaian itu berupa : 

1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan. 

2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimna yang dijanjikan. 

3. Melakukan apa yang dijanjikan akan tetapi terlambat. 

4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjin tidak boleh dilakukannya. 

Dalam kasus Tergugat I, wanprestasi yang dilakukannya sesuai dengan pernyataan pertama diatas itu tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan, dengan tidak memenuhi kesanggupannya mengurus Izin mendirikan bangunan (IMBB). 

Akibat hukum bagi debitur yang telah melakukan wanprestasi adalah hukuman atau sanksi sebagai berikut : 

1. Debitur diwajibkan membayar kerugian yang diderita kreditur (Pasal 1243 KUHPerdata). 

2. Apabila perikatan itu timbale balik, kreditur dapat menuntut pemutusan atau pembatalan perikatan melalui hakim (pasal 1266 KUHPerdata). 

3. Dalam perikatan untuk meberikan sesuatu, resiko beralih pada debitur sejak terjadi wanprestasi (pasal 1237 ayat 2 KUHPerdata). 

4. Debitur diwajibkan memenuhi perikatan jika masih dapat dilakukan atau pembayaran disertai pembayaran ganti kerugian (pasal 1267 KUHPerdata). 

5. Debitur wajib membayar biaya perkara jika perkara diperkarakan di muka pengadilan. 


Sumber : 

websitehttp://putusan.mahkamahagung.go.id/putusan/2dfeb75eb8059a61457704f082b9f9bc 
http://elroomey.blogspot.co.id/2014/12/analisis-kasus-perdata-sengketa-hak.html
lista.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/.../Hukum+Perdata.pdf